2.1 Imunologi
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.
2.1 Mekanisme imunitas dan peran sel imun
2.1.1. Mekanisme imun
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta seltumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampaicacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. organisme uniselular seperti bakteridimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.
Mekanisme tersebut termasukpeptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusivertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari penelitian.
2.1.2. Peran sel imun
Didalam tubuh kita terdapat mekanisme perlindungan yang dinamakan sistem imun. Ia dirancang untukmempertahankan tubuh kita terhadap jutaan bakteri, mikroba, virus, racun dan parasit yang setiap saat menyerang tubuh kita.
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang semuanya siap bertindak begitu tubuh kita diserang oleh berbagai bibit penyakit seperti virus, bakteri, mikroba, parasit dan polutan. Sebagai contoh adalah cytokines yang mengarahkan sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan proses penyembuhan.
SEL-SEL SISTEM IMUN
Sel-Sel dalam sistem imun :
a. Fagosit monokulear
Sistem fagosit monokulear terdiri atas monosit dalam sirkulasi dan makrofag dalam jaringan
1. Monosit
Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit berdiferensiasi menjadi premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan dalam berbagai fungsi. Monosit adalah fagosit yang didistribusikan secara luas sekali di organ limfoid dan organ lainnya.
2. Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen, berbentuk khusus yang tergantung dari alat/jaringan yang ditempati, dan dinamakan sesuai dengan lokasi jaringan sebagai berikut :
· Usus : makrofag intestinal
· Kulit : sel dendritik atau sel langerhans
· Paru ; makrofag alveolar, sel langerhans
· Jaringan ikat ; histiosit
· Hati : sel kuppfer
· Ginjal : sel mesangial
· Otak : sel microglia
· Tulang : osteoklas
Makrofag di aktifkan oleh berbagai rangsanggan, dapat memakan, menangkap, mencerna anti gen eksogen, seluruh mikro organisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel penjamu yang cedera atau mati.
Makrofag sel utama fagositosis. Terdiri dari 2 macam : makrofag bebas dan makrofag fiksasi (tinggal di organ). Sel makrofag sebagai sel APC (Antigen Presenting Cell) yang mempunyai molekul MHC. MHC kelas I aken mengaktivasi sel Tc, Kelas II mengaktivasi sel Th, MHC kelas III menstimulasi sistem komplemen.
b. Fagosit polimorfonuklear
Fagosit polimorfonuclear atau polimorf atau granulosit dibentuk dalam sumsum tulang dalam kecepatan 8 juta/menit dan hidup selama 2-3 hari, sedang monosit/makrofag dapat hidup untuk beberapa bulan sampai tahun. Granulosit merupakan sekitar 60-70% dari seluruh jumlah sel darah putihnormal dan dapat keluar dari pembuluh darah.
Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi neutrofil dan eosinofil.
1. Neutrofil
Merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi. Biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Neutrofil mempunyai reseptor untuk IgGdan komplemen
2. Eosinofil
Merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tannpa alergi. Seperti neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi sebagai fagosit. Eosinofil dapat pula di rangsang untuk degranulasi seperti halnya dengan sel mast dan basofil serta melepas mediator. Eosinofil juga berperan dalam imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor. Fungsi utama eosinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat juga memakan antigen antibody.
Sel lain :
o Sel dendritik : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
o Sel Langerhans : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
Organ –Organ dalam Sistem Imun (Organ Limfoid) :
Berdasarkan fungsinya :
1. Organ Limfoid Primer : organ yang terlibat dalam sintesis/ produksi sel imun, yaitu kelenjar timus dan susmsum tulang.
2. Organ Limfoid Sekunder : organ yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses-proses reaksi imun. Misalnya : nodus limfe, limpa, the loose clusters of follicles, peyer patches, MALT (Mucosa Assosiated Lymphoid Tissue), tonsil.
RES (Reticuloendothelial System): bagian sistem imun yang terdiri dari sel-sel fagosit yang terdapat pada reticular connective tissue terutama adalah monosit dan makrofag.
Human Lymphoid Sistem :
Terdiri dari : Pembuluh limfatik, Organ limfoid, sel dan Jaringan imun, dan limfe (cairan sistem limfoid)
Mekanisme Kerja Sel Imun :
· NK cell (Natural Killer Cell).Bekerja secara non-spesifik (tanpa pengenaan lebih lanjut), tapi buka sel fagositik. Bekerja dengan cara kontak langsung dengan sel terinfeksi. NK cell disebut sebagai “immune surveylence” (seperti polisi dalam tubuh). Ketika NK cell menempel pada sel terinfeksi, maka golgi dari NK cell akan mensekresi protein killer (perforin). Perforin ini akan membentuk suatu ‘jembatan’ antara NK cell dengan sel terinfeksi, melalui ‘jembatan’ ini terjadi pengeluaran elektrolit berlebih dari sel terinfeksi yang menyebabkan litik osmotik. Peristiwa penyerangan dengan ‘jembatan’ ini disebut membrane attack complex.
· Sel B.Secara umum berfungsi sebagai APC. Sel B akan menerima antigen kemudian melalui MHC kelas II, antigen ini disajikan ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel T helper. Sel T helper akan mensekresikan sitokin yang dapat menstimulasi sel B berproliferasi menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk menjadi sel plasma penghasil antibodi.
· Sel T. Setelah sel B berikatan dengan sel T helper, sel T helper tidak bisa langsung teraktivasi tanpa adanya stimulasi dari Co-stimulatory sitokin. Di antara yang termasuk sitokin adalah : IL (Interleukin I,II,..dst); interferon α,β,γ; Tumor Necrosis Factor; Prostaglandin, dll.
· Non Specific Killer Cells. Yaitu : NK cell dan LAK cell; ADCC (K) cell; Activated macrophage; Eosinophils (diaktivasi oleh IgE karena IgE mentriger/memicu eosinofil untuk mengeliminasi cacing).
1.3 Respon imun humoral dan seluler
Respons imun alamiah: respons imun alamiah tidak memiliki spesifisitas dan memori sehingga pertahanan tidak meningkat dengan adanya infeksi berulang. Respons ini diperankan oleh sel fagosit dan sel NK dengan menggunakan faktor soluble yaitu lisosom, komplemen, acute phase proteins (CRP), dan interferon. Mikroorganisme yang masuk dalam tubuh akan melalui dua mekanisme pertahanan utama, yaitu efek destruksi oleh enzim yang bersifat bakterisidal dan mekanisme fagositosis oleh sel-sel fagosit (gambar 4). Sel fagosit akan mengenali berbagai mikroorganisme. Mekanisme ini akan menimbulkan respons inflamasi akibat migrasi sel-sel yang terlibat dalam respons imun serta mengakibatkan vasodilatasi.
Respons imun adaptif terjadi melalui identifikasi dan pengenalan terhadap adanya stimulus, misalnya bakteri dan virus. Respons ini memiliki tiga karakter utama, yaitu spesifik, memori, dan intensitas yang bervariasi. Komponen respons imun spesifik terdiri dari respons imun humoral dan respons imun seluler.
1. Respons Imun Humoral
Respons imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sama yang memproduksi antibodi spesifik dan limfosit B memori. Antibodi akan berikatan dengan antigen untuk mengaktivasi komplemen yang mengakibatkan hancurnya antigen tersebut. Tiga elemen penting dalam respons imun humoral, yaitu: antibodi, reseptor sel T (T cell receptors), dan molekul MHC (Major Histocompatibility Complex).7,19 Antibodi berfungsi untuk pertahanan host karena menjadikan mikroorganisme infektif sebagai target, merekrut mekanisme efektor host yang dapat merusak, menetralkan toksin, dan menyingkirkan antigen asing dari sirkulasi. TCR berinteraksi bukan dengan antigen secara keseluruhan, tetapi dengan segmen pendek dari asam amino (antigen peptida). Fungsi TCR adalah untuk mengikat dan mengenali kompleks antigen spesifik dengan molekul MHC. MHC berfungsi untuk menentukan kemampuan sistem imun seseorang dalam membedakan self dan nonself, mengatur berbagai interaksi antara berbagai jenis sel yang terlibat dalam respons imun, dan menentukan kemampuan individu untuk bereaksi terhadap antigen spesifik dan kecenderungan untuk menderita kelainan imunologik.
2. Respons Imun Seluler
Antibodi tidak dapat menjangkau mikroorganisme yang berkembang biak intraseluler. Oleh karena itu, sistem imunitas tubuh mengaktivasi limfosit T untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Setelah antigen eksogen diproses oleh APC, akan terbentuk fragmen peptida yang kemudian dapat berinteraksi dengan TCR bersamaan membentuk kompleks dengan MHC. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu Th (CD4), untuk mengenal antigen bekerja sama dengan MHC kelas II. Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein yang disintesis virus dan protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak menjadi fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu Tc (CD8), untuk mengenali antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I. Sel Th1
Pada dasarnya, respons imun alamiah dan adaptif bekerja saling melengkapi. Sel-sel imun saling berinteraksi dalam regulasi sistem imun.
ü Respon Imun terhadap Alergen dan Iritan
Faktor yang terpenting dalam reaksi anafilaktik adalah IgE, yang disebut antibodi homostitotropik atau reagin. IgE mempunyai sifat khas yang tidak dimiliki oleh imunoglobulin kelas lain yang afinitasnya tinggi pada mastosit (sel mast) dan basofil melalui reseptor Fc pada permukaan sel bersangkutan yang mengikat fragmen Fc IgE. Sekali terikat, IgE dapat melekat pada permukaan mastosit dan basofil selama beberapa minggu dan IgE yang terikat inilah yang berperan besar pada reaksi anafilaktik. Selain IgE, IgG4 diketahui mempunyai kemampuan serupa, tetapi dengan afinitas yang jauh lebih rendah. Penelitian-penelitian terakhir mengungkapkan bahwa berbagai jenis limfokin dan sitokin dengan peran multi fungsi juga dilepaskan pada reaksi ini sebagai akibat aktivitas mastosit oleh IgE. IL-3 dan IL-4 mungkin mempunyai dampak autokrin pada sel mast bersangkutan dan substansi ini bersama-sama dengan sitokin yang lain meningkatkan produksi IgE oleh sel B. Disamping itu, beberapa jenis sitokin lain, termasuk produk golongan gen IL-8/IL-9, berperan dalam proses kemotaksis dan aktifitas sel-sel inflamasi di daerah terjadinya alergi.
Apabila IgE yang melekat pada mastosit atau basofil, mengalami pemaparan ulang pada alergen spesifik yang dikenalnya, maka alergen akan diikat oleh IgE demikian rupa sehingga alergen tersebut membentuk jembatan antara 2 molekul IgE pada permukaan sel (crosslinking). Crosslinking hanya terjadi dengan antigen yang bivalen atau multivalen tetapi tidak terjadi dengan antigen univalen. Crosslinking yang sama hanya dapat terjadi bila fragmen Fc-IgE bereaksi dengan anti IgE, atau bila reseptor Fc dihubungkan satu dengan lain oleh anti reseptor Fc. Crosslinking merupakan mekanisme awal atau sinyal untuk degranulasi sel mast atau basofil.
Segera setelah ada sinyal pada membran sel, terjadi serangkaian reaksi biokimia intraseluler secara berurutan menyerupai kaskade, dimulai dengan aktivitas enzim metiltransferase dan serine esterase, diikuti dengan perombakan fosfatidilinositol menjadi inositol trifosfat (IP3), pembentukan diasilgliserol dan peningkatan ion Ca2+ intrasitoplasmatik. Reaksi-reaksi biokimia ini menyebabkan terbentuknya zat-zat yang memudahkan fusi membran granula sehingga terjadi degranulasi. Degranulasi mengakibatkan pelepasan mediator-mediator yang sebelumnya telah ada di dalam sel misalnya histamin, heparin, faktor kemotaktik neutrofil (neutrophil chemotactic factor = NCF), platelet activating factor (PAF), maupun pembentukan berbagai mediator baru. Diantara mediator baru yang dibentuk adalah slow reacting substances anapltylaxis yang terdiri atas substansi-substansi dengan potensi spasmogenik dan vasodilatasi yang kuat yaitu leukotrien LTB4, LTC4, dan LTD4, disamping beberapa jenis prostaglandin dan tromboksan. Mediator-mediator tersebut mempunyai dampak langsung pada jaringan, misalnya histamin menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, penyempitan bronkus, edema pada mukosa, dan hipersekresi.
Iritan yang mengenai tubuh akan memicu sel mast untuk melepaskan neuropeptida substansi P yang akan merangsang serabut saraf C (n.trigeminus) sehingga timbul nyeri. Substansi P terletak dalam sel saraf yang terpencar di seluruh tubuh sel dan dalam sel endokrin khusus di usus. Neuropeptida ini dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan merupakan neurotransmiter rasa nyeri, raba, dan temperatur.
1.4 Pembentukan anti gen antibody
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B. Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
1.2 Fungsi dan peran anti gen antibody pada mekanisme pertahanan tubuh
Yang diartikan dengan imunokompromais ialah fungsi sistim imun yang
menurun. Sistim imun terdiri atas komponen nonspesifik dan spesifik. Fungsi
masing-masing komponen atau keduanya dapat terganggu baik oleh sebab
kongenital maupun sebab yang didapat. Pada hal yang akhir, sistim imun
tersebut sebelumnya berfungsi baik. Hal inilah yang dalam praktek sehari-
hari dimaksudkan dengan imunokompromais.
menurun. Sistim imun terdiri atas komponen nonspesifik dan spesifik. Fungsi
masing-masing komponen atau keduanya dapat terganggu baik oleh sebab
kongenital maupun sebab yang didapat. Pada hal yang akhir, sistim imun
tersebut sebelumnya berfungsi baik. Hal inilah yang dalam praktek sehari-
hari dimaksudkan dengan imunokompromais.
Keadaan imunokompromais yang sering ditemukan di dalam klinik dapat
terjadi oleh infeksi (AIDS, virus mononukleosis, rubela dan campak),
tindakan pengobatan (steroid, penyinaran, kemoterapi, imunosupresi, serum
anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (limfoma/Hodgkin,
leukemi, mieloma, neutropenia, anemi aplastik, anemi sel sabit), penyakit
metabolik (enteropati dengan kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes
melitus, malnutrisi), trauma dan tindakan bedah (luka bakar, splenektomi,
anestesi) dan lainnya (lupus eritematosus sistemik), hepatitis kronis)
terjadi oleh infeksi (AIDS, virus mononukleosis, rubela dan campak),
tindakan pengobatan (steroid, penyinaran, kemoterapi, imunosupresi, serum
anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (limfoma/Hodgkin,
leukemi, mieloma, neutropenia, anemi aplastik, anemi sel sabit), penyakit
metabolik (enteropati dengan kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes
melitus, malnutrisi), trauma dan tindakan bedah (luka bakar, splenektomi,
anestesi) dan lainnya (lupus eritematosus sistemik), hepatitis kronis)
Berbagai 'tnikroorganisme (kuman, virus, parasit, jamur) yang ada di
lingkungan maupun yang sudah ada dalam badan penderita, yang dalam
keadaan normal tidak patogenik atau memiliki patogenesitas rendah, dalam
keadaan imunokompromais dapat menjadi invasif dan menimbulkan berbagai
lingkungan maupun yang sudah ada dalam badan penderita, yang dalam
keadaan normal tidak patogenik atau memiliki patogenesitas rendah, dalam
keadaan imunokompromais dapat menjadi invasif dan menimbulkan berbagai
penyakit. Oleh karena itu penderita yang imunokompromais mempunyai
risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari badan sendiri
maupun yang nosokomial dibanding dengan yang tidak imunokompromais.
Untuk mengerti hal-hal yang dapat terjadi pada keadaan imunokompromais,
komponen-komponen sistim imun dan fungsinya masing-masing, respons
imun serta mekanisme eliminasi antigen perlu dimengerti dengan baik.
risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari badan sendiri
maupun yang nosokomial dibanding dengan yang tidak imunokompromais.
Untuk mengerti hal-hal yang dapat terjadi pada keadaan imunokompromais,
komponen-komponen sistim imun dan fungsinya masing-masing, respons
imun serta mekanisme eliminasi antigen perlu dimengerti dengan baik.
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua
jenis organisme/toksin yang merusak jaringan dan organ. Kemampuan
tersebut dinamakan kekebalan. Kekebalan dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
1. Kekebalan didapat/kekebalan khusus, yang membentuk antobodi serta
limfosit peka yang menyerang dan menghancurkan organisme
spesifik/toksin.
2. Kekebalan bawaan/alamiah, membuat tubuh manusia resisten terhadap
penyakit-penyakit
jenis organisme/toksin yang merusak jaringan dan organ. Kemampuan
tersebut dinamakan kekebalan. Kekebalan dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
1. Kekebalan didapat/kekebalan khusus, yang membentuk antobodi serta
limfosit peka yang menyerang dan menghancurkan organisme
spesifik/toksin.
2. Kekebalan bawaan/alamiah, membuat tubuh manusia resisten terhadap
penyakit-penyakit
pada binatang, kolera, campak, penyakit virus yang membunuh. Kekebalan
ini disebabkan oleh proses berikut:
ini disebabkan oleh proses berikut:
• Fagositosis bakteri dan penyerang lain oleh sel darah putih dan sel dari
sistem makrofag jaringan.
• Destruksi organisme yang tertelan dalam lambung oleh enzim-enzim
pencernaan.
• Daya tahan kulit terhadap invasi oleh organisme asing.
• Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang menyerang organism asing/toksin dan menghancurkannya.
sistem makrofag jaringan.
• Destruksi organisme yang tertelan dalam lambung oleh enzim-enzim
pencernaan.
• Daya tahan kulit terhadap invasi oleh organisme asing.
• Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang menyerang organism asing/toksin dan menghancurkannya.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan spesifik yang sangat kuat terhadap tiap-tiap agen
penyerang seperti bakteri, virus, toksin. Sistem kekebalan didapat ini penting sebagai pertahanan terhadap organisme penyerang karena tubuh tidak mempunyai kekebalan bawaan/alamiah. Tubuh tidak menghambat invasi pada serangan pertama, tetapi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu terserang menyebabkan sistem imun khusus timbul dengan kuat untuk menahan penginvasi/toksin, sehingga timbul daya tahan sangat
spesifik untuk penginvasi tertentu dan tidak untuk penginvasi jenis lainnya. Kekebalan didapat sering dapat memberikan proteksi ekstrim, misalnya toksin tertentu/tetanus dapat memproteksi dalam dosis 100 ribu kali jumlah yang akan menimbulkan kematian tanpa kekebalan tersebut. Karena alas an ini proses yang dikenal dengan vaksinasi sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit tertentu. Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis dasar kekebalan yang didapat/khusus dan berhubungan sangat erat, yaitu:
penyerang seperti bakteri, virus, toksin. Sistem kekebalan didapat ini penting sebagai pertahanan terhadap organisme penyerang karena tubuh tidak mempunyai kekebalan bawaan/alamiah. Tubuh tidak menghambat invasi pada serangan pertama, tetapi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu terserang menyebabkan sistem imun khusus timbul dengan kuat untuk menahan penginvasi/toksin, sehingga timbul daya tahan sangat
spesifik untuk penginvasi tertentu dan tidak untuk penginvasi jenis lainnya. Kekebalan didapat sering dapat memberikan proteksi ekstrim, misalnya toksin tertentu/tetanus dapat memproteksi dalam dosis 100 ribu kali jumlah yang akan menimbulkan kematian tanpa kekebalan tersebut. Karena alas an ini proses yang dikenal dengan vaksinasi sangat penting dalam melindungi manusia terhadap penyakit tertentu. Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis dasar kekebalan yang didapat/khusus dan berhubungan sangat erat, yaitu:
1. Kekebalan humoral, tubuh manusia membentuk antibodi yang beredar,
yang merupakan molekul globulin yang mampu menyerang agen penginvasi.
yang merupakan molekul globulin yang mampu menyerang agen penginvasi.
2. Kekebalan seluler/limfositik, didapat melalui pembentukan limfosit yang
sangat khusus dalam jumlah besar yang peka terhadap agen asing, yang
mempunyai kemampuan menyerang agen asing dan menghancurkannya.
sangat khusus dalam jumlah besar yang peka terhadap agen asing, yang
mempunyai kemampuan menyerang agen asing dan menghancurkannya.
Tiap-tiap toksin atau jenis organisme penginvasi mengandung satu senyawa
kimia spesifik atau lebih yang membedakannya dari semua senyawa lainnya.
Umumnya senyawa ini adalah suatu protein, polisakarida besar, atau
kompleks lipoprotein besar, dan inilah yang menyebabkan kekebalan
didapat, zat ini disebut antigen. Hal sama pada jaringan, seperti jantung
yang ditransplantasikan dari manusia lain juga mengandung sejumlah
antigen yang dapat menimbulkan proses imun dan selanjutnya menyebabkan
destruksi cangkokan.
kimia spesifik atau lebih yang membedakannya dari semua senyawa lainnya.
Umumnya senyawa ini adalah suatu protein, polisakarida besar, atau
kompleks lipoprotein besar, dan inilah yang menyebabkan kekebalan
didapat, zat ini disebut antigen. Hal sama pada jaringan, seperti jantung
yang ditransplantasikan dari manusia lain juga mengandung sejumlah
antigen yang dapat menimbulkan proses imun dan selanjutnya menyebabkan
destruksi cangkokan.
Zat-zat yang bersifat antigenik biasanya harus mempunyai berat molekul
yang besar, selanjutnya proses antigenisitas mungkin tergantung atas rantai
prostetik yang secara teratur timbul pada permukaan molekul besar, yang
mungkin menerangkan mengapa protein dan polisakarida hampir selalu
bersifat antigenik, karena mereka mempunyai kedua jenis sifat streokimia
ini.
yang besar, selanjutnya proses antigenisitas mungkin tergantung atas rantai
prostetik yang secara teratur timbul pada permukaan molekul besar, yang
mungkin menerangkan mengapa protein dan polisakarida hampir selalu
bersifat antigenik, karena mereka mempunyai kedua jenis sifat streokimia
ini.
Kekebalan didapat adalah hasil dari jaringan limfoid tubuh. Pada orang yang
secara genetik tidak mengandung jaringan limfoid atau rusak oleh radiasi
atau zat kimia, kekebalan didapatnya tidak terbentuk. Jaringan limfoid
hampir selalu terletak pada nodus limfatikus, tetapi juga ditemukan dalam
jaringan limfoid khusus seperti limpa, daerah submukosa saluran
pencernaaan, dan dalam jumlah kecil pada sumsum tulang.
secara genetik tidak mengandung jaringan limfoid atau rusak oleh radiasi
atau zat kimia, kekebalan didapatnya tidak terbentuk. Jaringan limfoid
hampir selalu terletak pada nodus limfatikus, tetapi juga ditemukan dalam
jaringan limfoid khusus seperti limpa, daerah submukosa saluran
pencernaaan, dan dalam jumlah kecil pada sumsum tulang.
Walaupun sebagain besar limfoit dalam jaringan limfoid normal, sel-sel ini
secara nyata dibagi atas 2 golongan, yaitu:
secara nyata dibagi atas 2 golongan, yaitu:
1. Limfosit T, bergantung jawab dalam pebentukan limfosit yang disensitisasi
yang memberikan kekebalan seluler, dimana Limfosit T dibentuk dalam
timus,
yang memberikan kekebalan seluler, dimana Limfosit T dibentuk dalam
timus,
2. Limfosit B, untuk pembentukan antibodi yang memberikan kekebalan
humoral, dimana limfosit B dibentuk dalam hati fetus.
humoral, dimana limfosit B dibentuk dalam hati fetus.
Limfosit bersikulasi dalam darah selama beberapa jam tetapi kemudian
terjebak oleh jala retikulum di dalam jaringan limfoid, selanjutnya limfosit
terus berproduksi dan tumbuh jaringan limfoid seluruh tubuh.
terjebak oleh jala retikulum di dalam jaringan limfoid, selanjutnya limfosit
terus berproduksi dan tumbuh jaringan limfoid seluruh tubuh.
Sebenarnya bila orang menjadi kebal terhadap jaringannya sendiri, proses
kekebalan didapat akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Untungnya,
mekanisme kekebalan normal mengenali jaringannya sendiri sebagai
kekebalan didapat akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Untungnya,
mekanisme kekebalan normal mengenali jaringannya sendiri sebagai
DAFTAR PUSTAKA
Bratawijaya Karnen Grana dan renganis Iris. 2010. Imunologi Dasar, edisi ke-9. jakarta : FKUI
Julia Mardana dan wahab Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.jakarta : Widya medika.
0 komentar:
Posting Komentar